Thursday, April 19, 2007

Detik-Detik Rasulullah Dijemput Sakaratul Maut



Ada sebuah kisah tentang cinta yang sebenar-benar cinta yang
dicontohkan Allah melalui kehidupan Rasul-Nya. Pagi itu, walaupun
langit telah mulai menguning, burung-burung gurun enggan mengepakkan
sayap.

Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbatas memberikan kutbah, "Wahai
umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya.
Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua perkara pada
kalian, Al Qur'an dan sunnahku. Barang siapa mencintai sunnahku,
bererti mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan
masuk syurga bersama-sama aku."

Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang
tenang dan penuh minat menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar
menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun
menahan nafas dan tangisnya. Usman menghela nafas panjang dan Ali
menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya
sudah tiba. "Rasulullah akan meninggalkan kita semua," keluh hati
semua sahabat kala itu. Manusia tercinta itu, hampir selesai
menunaikan tugasnya didunia.

Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan cergas
menangkap Rasulullah yang berkeadaan lemah dan goyah ketika turun
dari mimbar. Disaat itu, kalau mampu, seluruh sahabat yang hadir di
sana pasti akan menahan detik-detik berlalu. Matahari kian tinggi,
tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya,
Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat
dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan
salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak
mengizinkannya masuk,"Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah
yang membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka
mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?" "Tak
tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,"
tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan
pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian
wajah anaknya itu hendak dikenang.

"Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah
yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malakul maut," kata
Rasulullah. Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya. Malaikat maut
datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak
ikut sama menyertainya. Kemudian dipanggilLah Jibril yang sebelumnya
sudah bersiap di atas langit dunia menyambut roh kekasih Allah dan
penghulu dunia ini.

"Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" Tanya
Rasululllah dengan suara yang amat lemah. "Pintu-pintu langit telah
terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka
lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril.

Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih
penuh kecemasan. "Engkau tidak senang mendengar khabar ini?" Tanya
Jibril lagi. "Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku
kelak?" "Jangan khuatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar
Allah berfirman kepadaku: 'Kuharamkan syurga bagi siapa saja,
kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan
ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah
peluh, urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakit sakaratul
maut ini." Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang
di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan
muka. "Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?"
Tanya Rasulullah pada Malaikat Penghantar Wahyu itu. "Siapakah yang
sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril.

Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik, kerana sakit yang
tidak tertahankan lagi. "Ya Allah, dahsyat rasa maut ini, timpakan
saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku." Badan
Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi.
Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera
mendekatkan telinganya. "Uushiikum bis shalati, wa maa malakat
aimanuku" - "Peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di
antaramu."

Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling
berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali
mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai
kebiruan. "Ummatii, ummatii, ummatiii" - "Umatku, umatku, umatku"
Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu.

Kini, mampukah kita mencintai sepertinya? Allahumma sholli 'ala
Muhammad wa baarik wa salim 'alaihi... Betapa cintanya Rasulullah
kepada kita. Kirimkan kepada sahabat-sahabat muslim lainnya agar
timbul kesedaran untuk mencintai Allah dan RasulNya, seperti Allah
dan Rasulnya mencintai kita. Karena sesungguhnya selain daripada itu
hanyalah fana belaka

No comments: